Bagi
kebanyakan kaum wanita, aktivitas memasak di dapur memang menyenangkan.
Namun asap yang ditimbulkan dari hasil pengolahan makanan di dapur
ternyata bisa memicu banyak penyakit, dari yang ringan sampai akut,
seperti asma hingga kanker paru.
Penelitian
terbaru yang dilakukan pakar onkologi dan radiologi AS menemukan fakta
bahwa asap dapur dapat memicu beberapa penyakit. Fakta medis ini
disampaikan dokter Lula Kamal di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, bahaya asap dapur sebenarnya sudah ada sejak orang masih
menggunakan kayu bakar yang menghasilkan asap lebih banyak akibat
pembakaran tidak sempurna, seperti kebiasaan memasak di India dan
Pakistan.
“Asap
dapur sama bahayanya seperti asap rokok. Kalau ventilasi di dapur
kurang, asap bisa berputar-putar di ruangan, kondisi seperti itu sama
seperti kita menghirup asap rokok,” ujar Lula.
Saat
memasak dan mengeluarkan asap, otomatis sama dengan menghasilkan
oksidan yang berbahaya. Salah satu kandungan oksidan yang dapat
membahayakan tersebut yaitu karbon monoksida.
“Oksidan
muncul sebagai hasil dari reaksi pemanasan, yang biasanya terjadi pada
proses memasak. Oksidan bisa menyebabkan mutasi sel, dan kerusakan
kolagen pada kulit wajah,” tambahnya.
Kolagen
dan jaringan kulit yang rusak, kemudian bisa menimbulkan jerawat, kulit
berminyak, hingga munculnya keriput. Selain membahayakan kesehatan dan
keremajaan kulit, asap juga bisa memicu pneumonia (penyakit paru-paru)
hingga kanker nasofaring. “Asap dapur dapat menyebabkan iritasi saluran
pernafasan atau penyakit seperti pneumonia hingga kanker paru. Ada pula
satu jenis kanker di THT yang jumlahnya termasuk sangat tinggi yaitu
kanker nasofaring,” beber Lula. Kanker nasofaring adalah jenis kanker
yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga
mulut. Kanker nasofaring biasanya dipicu juga oleh makanan seperti ikan
asin yang mengandung nitrosamin. Gejala kanker ini biasa kita abaikan
karena hanya batuk, pilek, suara serak dan mimisan ringan yang sering
kita anggap lazim terjadi.
Efek
itu memang tidak dirasakan seketika, namun dalam jangka panjang
tergantung seberapa sering kita memasak, berapa lama dan apa yang kita
masak.
“Apalagi pada kayu bakar yang pembakarannya tidak sempurna, asap lebih
banyak. Semua asap berbahaya, termasuk asap rokok juga asap saat kita
memasak. CO, SO2, NO2, itu semua kan oksidan karena hasil proses
pembakaran sehingga merusak kesehatan dan bisa menimbulkan masalah pada
pernapasan,” tutur Lula. Lula juga menyarankan untuk mulai membatasi
konsumsi makanan goreng atau tumis yang melibatkan proses memasak cukup
lama. Lalu, mulailah mengonsumsi makanan dan minuman yang kaya kandungan
antioksidan. Misalnya teh hijau, kopi, dan buah-buahan segar, agar
tubuh bisa semakin baik, dan terhindar dari penyakit yang mengancam.
Selain
memastikan dapur memiliki ventilasi yang baik, alat pengisap asap dapur
(cooker hood) juga bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir paparan asap
dapur. Apalagi, jika masakan yang diolah membutuhkan waktu yang lama.
“Pilih
hood jangan hanya desainnya saja tapi pastikan bisa mengisap asap
dengan baik. Jadi, perhatikan fungsi dan kualitasnya, baru desainnya,”
kata Lula.
Bisa Timbulkan Emphysema
Polusi
rumah seringkali identik dengan asap rokok, padahal selain itu masih
banyak lagi yang lainnya yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah
asap yang berasal dari pembakaran kayu atau ‘biofuel’.
Berdasarkan
studi di Tiongkok, asap hasil pembakaran rumahan itu dapat meningkatkan
risiko mengalami emphysema dan penyakit yang terkait paru lainnya.
Dalam
sebuah analisis terhadap 15 studi internasional, tim peneliti menemukan
bahwa orang yang terpapar asap bahan bakar biomassa di rumah mereka
umumnya memiliki risiko lebih tinggi mengalami chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru kronis dibandingkan dengan
mereka yang memakai sumber lain untuk memasak dan pemanasan.
Biomassa adalah bahan-bahan biologi yang dapat dibakar untuk dijadikan
energi, seperti kayu, tumbuhan kering dan kotoran hewan. Di
negara-negara berkembang, bahan-bahan seperti ini kerap digunakan
sebagai sumber energi untuk memasak atau pemanasan.
Namun,
asap rokok adalah faktor risiko utama terjadinya COPD, yaitu kelompok
penyakit paru serius yang meliputi emphysema dan bronkitis kronis.
“Sejumlah temuan terbaru memperkuat bukti bahwa terpapar asap biomassa
merupakan faktor risiko terkena COPD,” ujar Pixin Ran dari Guangzhou
Medical University di Guangzhou, Tiongkok.
Untuk
studi yang diterbitkan dalam jurnal Chest ini, Ran bersama timnya
menggabungkan hasil dari 15 studi di Asia, Amerika Latin, Meksiko dan
Spanyol, yang melibatkan total 3.719 orang dewasa yang mengidap COPD dan
sekitar 39.000 laki-laki dan perempuan sehat.
Dalam
penelitian itu dibandingkan antara pasien COPD dengan mereka yang
sehat, dengan melakukan survei mengenai kapan terakhir mereka terpapar
asap biomassa di rumah mereka. Studi seperti ini belum dapat membuktikan
penyebab dan dampak dari asap biomassa itu, melainkan hanya menunjukkan
apakah ada kaitan antara variabel yang telah diukur, dalam hal ini
pemaparan asap biomassa, dengan risiko COPD.
Dari penelitian itu para ilmuwan menemukan kesimpulan bahwa partisipan
yang melaporkan terpapar asap biomassa di rumah memiliki potensi dua
kali lipat terkena COPD dibandingkan dengan mereka yang tak terkena asap
rumahan. Risiko ini sama terhadap laki-laki atau perempuan di wilayah
manapun di dunia.
Asap biomassa tampaknya juga mempengaruhi risiko COPD yang diakibatkan
oleh asap rokok. Ini kemungkinan semakin memperparah penyakit akibat
dari asap rokok.
Di kalangan non-perokok, tim yang dipimpin Ran menemukan bahwa bila
terpapar asap biomassa akan mengalami peningkatan risiko COPD 2,5 kali
lipat.
“Sementara
untuk perokok yang terpapar asap biomassa memiliki risiko lebih dari
empat kali lipat terkena COPD ketimbang non-perokok yang tidak menghirup
asap biomassa di rumah,” kata Ran
Kamis, 14 Mei 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar