Kepastian. Kata ini yang sejatinya sangat dibutuhkan para pelaku bisnis
dan industri properti Tanah Air. Terutama, kepastian dalam menetapkan
peraturan atau regulasi baru, pasti dalam menjamin, dan menciptakan
iklim bisnis yang kondusif, serta pasti dalam keseriusan mengejar target
percepatan pembangunan infrastruktur.
"Para
pelaku bisnis dan industri properti butuh kepastian. Kuncinya ada di
Presiden Joko Widodo (Jokowi), bagaimana kemudian mampu menciptakan
iklim bisnis yang kondusif. Tidak mengombang-ambingkan pasar dalam
ketidakpastian," tutur Associate Director Research Colliers
International Indonesia, Ferry Salanto, menyoal aktualitas bisnis dan
industri properti yang tengah mengalami perlambatan, kepada Kompas.com, Selasa (5/5/2015).
Menurut
Ferry, bisnis dan industri properti Indonesia masih prospektif. Kendati
penjualan beberapa pengembang yang menyasar segmen pasar menengah ke
bawah justru anjlok. Prospektif karena masih ada peluang yakni kebutuhan
hunian yang belum terpenuhi setiap tahun secara maksimal.
"Selain itu, pemerintah telah mengalokasikan dana dan memulai
pembangunan infrastruktur dasar dengan daya pengaruh luar biasa. Dimulai
dengan penyelesaian Tol Trans-Jawa, pengembangan Tol Trans-Sumatera,
dan juga Tol Trans-Kalimantan," tambah Ferry.
Pelaku usaha, kata
Ferry, butuh kepastian percepatan infrastruktur, dan kepastian
menerapkan regulasi baru seperti pengenaan perpajakan (PPN, PBB, NJOP,
dan PPnBM) yang dapat menarik minat investor sehingga aksi ekspansinya
terakomodasi.
Jadi, walaupun sektor properti secara umum lesu,
namun investor asing masih akan melihat Indonesia sebagai peluang besar
yang harus ditaklukkan. Indonesia, menurut Ferry, adalah kesempatan
investor asing, dan juga lokal untuk mengambil alih properti-properti,
dan lahan-lahan potensial untuk dikembangkan.
Saat ini, jika
melihat tren ke depan, investor asing lebih tertarik mengakuisisi
perkantoran, apartemen, fasilitas logistik, dan pergudangan modern. Jika
pemerintah mampu menjadikan dua faktor utama tersebut di atas yakni
infrastruktur dan kepastian regulasi, maka dana asing yang masuk pasar
properti Indonesia akan lebih deras mengalir.
"Mencermati
konstelasi saat ini, memang bagi pengembang adalah masa-masa sulit.
Namun sebaliknya bagi investor merupakan peluang besar mendapatkan
aset-aset bagus yang bakal melonjak harganya dalam waktu dua hingga tiga
tahun ke depan," tandas Ferry.
Adalah investor asing berbasis di
Singapura, Keppel Land, yang masih memandang Indonesia sebagai peluang
positif, dengan ceruk pasar besar. Populasi sebanyak 250 juta dijadikan
sebagai motivasi utama mereka dalam menggenjot investasinya.
"Indonesia, terutama Jakarta adalah big market.
Besar dalam jumlah populasi, besar dalam daya beli, besar dalam
pertumbuhan ekonomi. Kami fokus melakukan kondolidasi di Indonesia,
terutama Jakarta," ungkap Presiden Direktur Keppel Land Indonesia, Sam
Moon Thong.
Moon Thong melanjutkan, besarnya pasar properti
Indonesia membuka peluang bagi perusahaannya untuk menanamkan investasi
senilai Rp 2,6 triliun guna dimanfaatkan sebagai pengembangan baru.
Dana
sebesar itu, dibutuhkan untuk mendanai proyek West Vista seluas 3
hektar, di Jl Lingkar Luar Barat, Duir Kosambi, Cengkareng, Jakarta
Barat.
Karena properti adalah investasi jangka menengah dan
panjang, Keppel Land tidak mengharapkan keuntungan dalam waktu cepat.
Saat ini, ucap Moon thong, pasar memang sedang melambat, namun dia
memandanganya justru merupakan momentum yang tepat untuk membangun.
"Kami
membeli dan mengakuisisi lahan, membangunnya selama dua sampai tiga
tahun, dan dalam masa lima tahun, kami akan mendulang penjualan
sekaligus keuntungan. Karena di saat yang lain vakum, kami justruk
produkti membangun," tandas Moon Thong
Selasa, 05 Mei 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar