Komunitas
menjadi jembatan apresiasi diri. Begitupula dengan, Komunitas Ibu- Ibu
Doyan Bisnis menjadi wadah para ibu rumah tangga untuk menyalurkan
potensinya.
Sebaris
kata mengenai perkembang anak tertulis melalui group Komunitas Ibu-Ibu
Doyan Bisnis. Di bagian terakhir kalimat, pengelola membubuhkan
#selasaparenting sebagai tanda bahwa topik bahasan akan disebarkan
melalui kode hastag tersebut. Begitulah, komunitas yang berdiri pada
sekitar Oktober 2011 menjalankan aktifitasnya. Mereka menggunakan laman
media sosial facebook untuk tukar informasi seputar bisnis sebagai
bahasan utamanya dan perkembangan anak yang menjadi bahasan lainnya.
“Bagi
ibu-ibu lebih mudah terkoneksi lewat facebook (FB). Karena kalau kita
bikin milis (mailing list) jarang yang buka email. Kalau twitter, jarang
yang punya twitter. Kalau FB lebih friendly,” ujar Roza Rianita
Nursetia, 33, ketua komunitas yang ditemui salah satu pusat perbelanjaan
Tanah Abang, Jakarta, Rabu (5/6) siang.
Selain
itu, melalui laman media sosial tersebut, setiap anggota bisa menulis
teks yang lebih panjang serta memajang foto untuk menunjang aktifitas
komunitas maupun bisnisnya.
Komunitas Ibu-Ibu Doyan Bisnis merupakan kumpulan wanita yang senang
bisnis atau yang akan memulai bisnis. Di sini, mereka membicarakan
tentang bisnis mulai dari perkembangannya, tips, mengatasi konsumen
sampai mengatasi pegawai. Di samping itu, mereka memasukkan topik
parenting sebagai bahasan di luar bisnis. Hal ini tidak lain
dikarenakan, pesertanya kesemuanya ibu-ibu yang memiliki kedekatan
dengan masalah anak.
Roza
yang akrab disapa Ocha mengatakan bahwa komunitas yang memiliki anggota
di seluruh Indonesia dan luar negeri sengaja membatasi pesertanya
perempuan. Ia dan temantemannya ingin memberikan rasa nyaman pada
perempuan agar lebih bebas menuangkan potensi dan masalah yang tengah
dihadapi.
“Biasanya
kalau yang trans gender, perempuam suka tidak bisa mengeluarkan
unek-uneknya. Malah kadang pembicaraannya lebih didominasi lakilaki,”
ujar dia yang dibenarkan rekan sejawatnya Ari Kurnia, 37.
Agar
interaksi komunitas lebih terarah, komunitas menjadwalkan topik diskusi
yang berbeda setiap harinya. Seperti pada Senin merupakan diskusi yang
membahas mengenai bisnis online. Lalu Selasa, topik diskusinya mengenai
parenting. Rabu, peserta berjumlah 14 000 orang diajak untuk membahas
mengenai orang-orang yang akan memulai bisnis.
Kemudian
pada Kamis, peserta akan membahas mengenai bisnis kreatif dan kuliner.
Pada Jumat, peserta diberikan sedikit kebebasan. Pada hari tersebut,
peserta yang rata-rata memiliki bisnis bisa mengiklankan produknya.
“Hanya sebelumnya mereka memberikan sisi edukatifnya terlebih dahulu,
misalnya tips. Setelah itu, mereka baru boleh mengiklankan produknya,”
ujar Ocha tentang ramburambu beriklan di komunitasnya.
Di
akhir pekan, kegiatan tidak berhenti sepertihalnya pekerja kantoran.
Sabtu membahas mengenai manajemen bisnis. Bisa terkait dengan masalah
pegawai atau masalah keuangan dan keuangan bisnis yang tidak dicampur
adukkan.
Sedangkan
pada Minggu, peserta diberikan kesempatan curhat bisnis. Mereka
dibebaskan untuk menuangkan unek-uneknya mengenai bisnis mulai dari cara
meningkatkan bisnis, masalah dengan pegawai maupun masalah dengan
konsumen.
Diskusi
Di setiap diskusi akan dipandu oleh koordinator komunitas. Topik
bahasan dapat berasal dari koordinator maupun ide dari anggota.
Kadang-kadang, diskusi mengundang pekar dari luar. Kalau sudah begitu,
pengelola komunitas akan memberikan ruang khusus dengan memanfaatkan
secreet group untuk menyeleksi anggota yang ikut dalam diskusi. Untuk
diskusi semacam ini, anggota dikenakan biaya kurang lebih sekitar 300
ribu rupiah.
Kenyakan
ibu-ibu melakukan online pada malam hari, sekitar pukul 7 sampai 9
malam. “Tapi ada yang online pukul 24.00 WIB setelah anakanak tidur,”
ujar wanita yang memiliki bisnis wedding yang berlabel Mozza Wedding
House. Tidak semua anggota memberikan respon, terutama untuk anggota
baru atau yang sedangkan memulai berbisnis, biasanya mereka masih
malu-malu. “Kalau enggak, mereka ngelike,” ujar dia menceritakan
perilaku anggotanya.
Para
anggota yang bergerak dalam bisnis spa, kuliner, menulis buku, fashion
desainer, wedding dan sebagainya tidak selalu mengandalkan media sosial.
Sesekali, mereka mengadakan kopi darat atau pertemuan untuk saling
mengenal satu sama lain. Ajang pertemuan ini biasanya dikoordinasinya
melalui koordinator wilayah. Melalui, komunitas mengajak wanita lebih
berdikari. din/E-6
Saat, wanita menjadi dirinya sendiri
Kegiatan
domestik wanita sebagai pengurus suami dan anak selalu dipandang mulia.
Namun sebagai pribadi yang memiliki pengetahuan, wanita tidak lepas
dari keinginan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya. Menjalankan aktifitas di luar peran utamanya, menjadikan
wanita tidak kehilangan jati dirinya.
Ari
Kurnia, 37, bendahara Komunitas Ibu-Ibu Doyan Bisnis mengatakan
bahwasanya ibu-ibu rumah tangga memiliki keinginan untuk memiliki
aktifitas sendiri. “Para anggota yang rata-rata S1, banyak yang ingin
bekerja. Mereka ingin berkarya tetapi tidak meninggalkan rumah,” ujar
perempuan yang ditemui di pusat perbelanjaan di Tanah Abang, Jakarta,
Rabu (4/3) siang.
Wanita
yang aktif menulis buku dan pemilik nikiapik. com,sebuah toko online
mengamati bahwa perempuan memiliki potensi yang tidak kalah dengan
laki-laki. Mereka memiliki keinginan agar potensi yang telah
dianugrahkan atau yang diperoleh melalui bangku kuliah bisa
tersalurkan.”Banyak sih yang merasakan, setelah ikut komunitas hidupnya
lebih hidup. Karena memiliki teman yang passionnya sama.” ujar dia.
Ada
saatnya, wanita merasa penat dengan urusan rumah tangga. Lalu, mereka
dapat berinteraksi dengan teman-teman yang ada di komunitas, semangatnya
kembali muncul. “Jadi seolaholah, mereka berkumpul secara online dan
off line atau kopi darat menjadi me time tersendiri. Kalau ketemu itu
seneng lho,” ujar dia disambut gelak tawanya. Bahkan, Ari mengatakan
ajang sesi wawancara yang tengah dilakukan bersama Koran Jakarta menjadi
me time untuknya.
Di
dalam komunitas yang dilakukan secara online, ibu-ibu dapat saling
tukar informasi maupun mengup grade pengetahuan. Kegiatan lebih banyak
dilakukan di dalam rumah terkandang menjadikan mereka lebih berjarak
dengan informasi yang tengah berkembang. Terlebih kopi darat, mereka
tambah senang lagi. Pasalnya di kesempatan tersebut, mereka dapat
bertemu dengan teman-teman yang memiliki minat yang sama.”Kalau di
online kan, kita tidak bisa melihat wajahnya. Lagian, kata-kata kan bisa
banyak arti. Kalau ketemu kita bisa ngobrol langsung dan lebih banyak
networking,” ujar dia. Peranan sebagai ibu rumah tangga dan jarak yang
terpisah bukan berarti mengubur potensi. Melalui komunitas dan perangkat
teknologi yang tengah digemari, para ibu masih bisa menyalurkan potensi
dirinya. din/E-6
Ingin Bisnis Yang Fair
Menambah
Ilmu menjadi motovasi Hayati Fauziyah, 33, bergabung dalam Komunitas
Ibu-Ibu Doyan Bisnis. Wanita yang akrab dipanggil Ozie tidak hanya
mendapatkan keuntungan secara materiil. Melainkan, ia bisa memperoleh
ilmu bahkan berbagi ilmu terkait bisnis, wanita dan anak dengan sesama
anggota.
Bisa
dibilang, Ozie tidak sengaja bergabung dengan komunitas yang semua
anggotanya perempuan ini. Salah satu kenalannya dalam group whashap lah
yang mengajaknya untuk bergabung. Atas dasar, komunitas merupakan wadah
untuk berbagi ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya. Maka
pada 2013, akhinya dia mau mengikuti ajakan temannya tersebut.
Komunitas
yang melakukan aktifitas melalui media sosial dirasakan menjadi wadah
yang lebih efektif. Mereka dapat berkenalan dengan para anggota yang
memiliki minat sama melalui situs jejariangan sosial. “Lebih praktis,”
ujar Ozie yang dihubungi, Kamis (5/3) malam. Di era perkembangan
teknologi, komunitas menggunakan kemajuan perangkat tersebut untuk
saling berinteraksi.
Di
samping itu, kondisi lalu lintas yang makin padat menjadikan perangkat
teknologi merupakan solusi untuk menjembatani komunikasi.
Meski
telah bertukar informasi melalui perangkat teknologi, kopi darat atau
pertemuan tatap muka masih dibutuhkan untuk makin mengenal anggota satu
dan lainnya. Ozie yang tinggal di Bandung dipercaya mengkoordinator
anggota di wilayah tersebut. Wanita yang dipercaya sebagai public
relation komunitas mengadakan pertemuan sebulan sekali yang dilakukan di
butiknya di kawasan Buah Batu, Bandung.
“Kalau
kopi darat, kita menjadi lebih familier,” ujar dia yang memiliki usaha
baju batik berlabel Lovelyzia. Kopi darat yang biasanya dihadiri antara
10 sampai 20 orang biasa berlangsung antara 3 sampi 4 jam dengan
menghadirkan pembicara. Topik yang dibahas berkaitan dengan bisnis
bahkan sampai bisnis yang diperbolehkan oleh agama. Sedangkan untuk
biaya pertemuan, masing- masing anggota diminta iuran sebesar 75 ribu
rupiah sebagai pengganti uang makan dan imbalan sekedarnya untuk
pembicara.
Bisnis
menjadi ladang untuk kaum hawa mengembangkan diri selain berperan
sebagai ibu dan istri. Bisnis yang mengajak pelakunya masuk ke ranah
publik tidak lagi dianggap aktifitas yang tabu untuk dilakukan kaum
hawa. “Wanita kan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga, kalau bisa
mengapa tidak,” ujar single parent yang mengakui keuntungannya mengalami
peningkatan sebanyak 20 persen setelah itu dalam komunitas.
Ozie
yang tergabung dalam sejumlah komunitas tergolong cukup selektif. Ibu
satu anak ini hanya ingin bergabung dalam wadah yang memberikan
keuntungan yang adil untuk para anggotanya. Ia tidak terlalu tergoda
ikut serta dalam perkumpulan yang hanya memberikan keuntungan lebih
besar pada anggota yang paling senior sedangkan para anggota baru
cenderung dirugikan. “Karena menurut saya not fair,” ujar dia tentang
bisnis produk dari luar negeri yang belakangan marak diikuti para
wanita.
Di
samping itu, ikut bersama komunitas yang kesemua anggotanya para
perempuan memiliki keuntungan tersendiri. Mereka dapat saling
mencurahkan isi hati dari sudut pandang perempuan.
Kamis, 14 Mei 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar